Wanita mana yang tidak mendambakan seorang lelaki yang kelak dapat menjadi sandaran hidupnya, mampu membimbing dan mendidiknya untuk menjadi wanita terbaik dan shalihah bukan saja hanya untuk suaminya, tetapi terbaik untuk Allah subhanahu wata’ala. Suami yang selalu memotivasinya untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala dan selalu istiqamah di jalan-Nya. Maka tentunya kiat-kiat di bawah ini perlu diketahui oleh para kaum lelaki yang ingin menjadi suami idaman bagi istri-istrinya. Di antaranya adalah:
1. Hendaklah seorang suami senantiasa bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala dalam mempergauli dan memperlakukan istrinya. Karena ia adalah amanah yang akan dipertanyakan oleh Allah subhanahu wata’ala pada hari Kiamat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Perlakukanlah wanita-wanita itu dengan baik”. (Muttafaq ‘alaih). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang berbuat zhalim terhadap wanita. Sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdo’a, “Ya Allah sesungguhnya aku akan menjadi penghalang (orang yang menzhalimi) hak dua golongan yang lemah, yakni: Anak yatim dan wanita.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad hasan).
2. Hendaklah seorang suami memiliki perangai dan tabiat yang mulia. Janganlah ia mencaci istrinya, menjelek-jelekkannya, dan mendiamkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah seorang mu’min membenci seorang mu’minah, jika ia tidak menyukai suatu perangai nya, maka ia akan menyukai perangai yang lain dari dirinya.” (HR. Muslim).
3. Hendaklah seorang suami banyak bersabar dan baik dalam bermu’amalah dengan istrinya. Maka sebaik-baik kalian adalah yang menjaga persahabatan dan kasih sayang! Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik kalian kepada keluargaku”. (HR. Ibnu Majah)
4. Hendaklah seorang suami memiliki kecemburuan terhadap istrinya, tetapi tidak berlebihan, sehingga berburuk sangka kepadanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apakah kalian merasa kagum/heran dengan ghirah (rasa cemburu)nya Sa’ad? Sungguh aku lebih cemburu darinya, dan Allah lebih cemburu dariku.” (HR.Muslim).
5. Hendaklah seorang suami bersikap lemah lembut dan bijaksana dalam menyikapi kesalahan dan kekeliruan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, melainkan ia akan membuatnya menjadi indah, dan tidaklah kelembutan itu hilang dari sesuatu, melainkan ia akan memperbu-ruknya.” (HR. Muslim). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha lembut, Dia menyukai kelembutan di dalam semua perkara.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
6. Hendaklah seorang suami memberikan nafkah kepada istrinya dengan ma’ruf (layak). Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isra’: 29)
(maksudnya: tidak kurang dan tidak berlebihan, pent.)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya, apa hak istri yang wajib dipenuhi oleh suami? Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Kamu memberi makan kepadanya, jika kamu makan. Dan kamu memberi pakaian untuknya, jika kamu memakai pakaian. Dan janganlah kamu memukul wajah, menjelek-jelekkannya, dan jangan pula kamu mendiamkannya kecuali di dalam rumah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
7. Hendaklah seorang suami mempelajari fiqih kewanitaan sehingga ia mengetahui cara menggauli istrinya saat haidh dan nifas, dan hendaklah ia mengajarkan kepada istrinya tentang masalah tersebut, jika ia belum mengetahuinya.
8. Hendaklah seorang suami mengerti, bahwasannya tidak boleh baginya berhubungan (bersetubuh) dengan istrinya waktu haidh, dan tidak pula pada duburnya. Dan dibolehkan baginya untuk bermesra-mesraan dengannya waktu haidh, kecuali melakukan jima’ (bersetubuh), karena hal tersebut diharamkan. Allah subhanahu wata’ala berfirman,artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:”Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintakan Allah kepadamu. Sesung guhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagai mana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah ahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Baqarah: 222-223)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah subhanahu wata’ala tidak memandang seorang lelaki yang menggauli lelaki lain atau seorang wanita melalui dubur”. (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani).
Di antara etika melakukan jima’: Memulai dengan basmalah (membaca bismillah dan berdo’a), bersenda gurau, berpelukan, mencium sebelum melakukannya. Karena hal itu lebih dapat memberikan kepuasan bagi suami dan istri. Dan jika seorang suami telah selesai menunaikan hajatnya, maka hendaklah ia tidak tergesa-gesa (menyudahinya), sampai sang istri mendapatkan haknya. Dan barangsiapa yang ingin mengulanginya (jima’), maka hendaklah ia membasuh kemaluannya, lalu berwudhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya, “Jika salah seorang di antara kalian akan menyetubuhi istrinya mengucapkan (berdoa), “Dengan nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari setan, dan jauhkan setan untuk mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami. Maka niscaya setan tidak akan mencelakakan anak (hasil) dari keduanya selama-lamanya.”(Muttafaq ‘alaih). Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menyetubuhi istrinya, kemudian hendak mengulangi, maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Muslim)
9. Hendaklah seorang suami menjauhkan diri dari menyebarkanluaskan rahasia-rahasia hubungan suami-istri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di antara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah subhanahu wata’ala pada hari Kiamat adalah seorang suami yang menggauli istrinya, dan istrinya menggaulinya, kemudian ia sebarkan rahasia istrinya.” (HR. Muslim).
Suatu ketika dikatakan kepada sebagian orang-orang shalih yang ingin menceraikan istrinya, “Apa yang membuatmu ragu kepada istrimu?” Lalu ia menjawab, “Orang yang berakal tak akan membuka rahasia.” Maka tatkala ia telah menceraikannya, ia pun kembali ditanya, “Mengapa kamu menceraikannya?”. Lalu ia pun menja-wab, “Apa urusanku/ hakku dengan istri orang lain?”
Mudah-mudahan kiat-kiat di atas dapat menjadi nasihat berharga untuk para suami dan para calon suami yang ingin menjadi idaman para istri. Dan semoga Allah subhanahu wata’alasenantiasa memberi kan taufiq-Nya kepada kita semua.
Sumber: Dialihbahasakan dari buletin “Baaqotu wardin wa Nisrin, Muhdatun Likulli ‘Arusain”, Min al-Qism al’Ilmy Bi Daril-Wathan. (Oleh: Abu Nabiel)
Baca Selengkapnya ...
8 September 2010
Label: Pasca Nikah, Pra Nikah, Tausiyah Nikah 0 komentar
7 September 2010
Dalam tulisan yang lalu sudah disinggung tentang ayat Allah SWT yang menjadi janji baku dalam perjodohan. Sederhana saja, yaitu jika ingin mendapatkan jodoh yang baik maka berusahalah menjadi pribadi yang baik.
Dalam kesempatan ini coba kita tinjau apakah ada usaha-usaha lain yang dapat dilakukan seseorang untuk mencari jodoh secara aktif dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan secara syariat Islam.
Dewasa ini angka bujang dan gadis yang belum menikah di usia kepala tiga semakin meningkat. Banyak alasan, antara lain karena semakin melonggarnya hubungan kekerabatan keluarga besar (extended family) yang mengakibatkan profesi ”mak comblang” menghilang, semakin tingginya pendidikan anak gadis yang membuat para bujang enggan melamar, semakin enggannya anak gadis dan bujang untuk segera menikah dengan alasan ”mau sekolah dulu” atau ”mau cari kerja dulu”, semakin enggannya anak muda menerima perjodohan keluarga dan lain-lain.
Pada gilirannya hal-hal ini sebenarnya membentuk semacam bom waktu diam-diam di kalangan keluarga yang memiliki anak gadis yang masih sendirian. Memang, budaya negeri kita masih memegang erat tradisi harus menikah bagi anggota keluarganya, agar tak diejek sebagai ”tidak laku” atau dianggap tidak memalukan keluarga. Budaya kita memang sedang berubah, namun masih ada yang mempedulikan hal-hal semacam ini.
Bagi mereka para ”singlers” (yang masih belum berpasangan) yang ingin melihat kemungkinan mencari jodoh, mudah-mudahan tips-tips berikut bermanfaat.
Pertama, fahami sifat takdir perjodohan, sebagaimana di tulisan lalu. Juga fahami sifat takdir secara umum yaitu : ditentukan oleh Allah baik siapa-nya, maupun kapannya. Apapun yang kita usahakan, baik mengarahkan keinginan dan usaha ke orang tertentu maupun menentukan waktu tertentu, akhirnya yang terlaksana adalah yang sudah ditentukan Allah SWT. Namun, Alhamdulillah sebagai manusia kita tak mengetahui yang ghaib kecuali yang diberitahu Allah. Dalam keadaan ketidak tahuan tersebut, terbukalah ruang doa dan usaha yang cukup luas. Dengan menyadari bahwa Pemilik segala urusan adalah Allah, maka seluruh harapan kita memang sebaiknya dikerahkan kepadaNya semata.
Kedua, sebanyak mungkin mempelajari apa saja yang menjadi tanggung jawab suami atau istri dalam sebuah rumahtangga Islami, kemudian mencoba mengukur diri seberapa jauh diri kita sudah sanggup memenuhi bagian kita. Jika anda wanita, maka apakah sudah siap menjadi istri sholihah yang diharapkan seorang suami yang sholeh? ”Siap berusaha menjadi...” bukan berarti sudah memastikan diri sudah sholeh atau sholihah. Manusia tidak akan mencapai titik sempurna, namun setiap usaha ke arah kebaikan akan disambut Allah dengan kesanggupan. Yang penting sudah termotivasi sesuai dengan penmahaman yang benar.
Ketiga, berbekal pengetahuan tentang profil rumahtangga Islami, maka kemudian buatlah semacam perencanaan atau gambaran kasar rumahtangga semacam apa yang anda inginkan bersama pasangan hidup anda kelak. Tentu disesuaikan dengan faktor-faktor budaya dan selera anda pada ruang-ruang yang dimungkinkan syariat Islam. Gambaran kasar ini Insya Allah akan berguna pada saat sang calon sudah ada. Perencanaan atau gambaran kasar ini adalah bahan diskusi dengannya. Banyak orang ketika sudah punya calon pendamping (misal pacar) kemudian mendiskusikan berbagai hal yang kurang penting, misalnya rumah seperti apa yang akan dipilih, bagaimana desain kamar tidur atau siapa nama anak nanti. Hendaknya diskusikanlah hal-hal terpenting, seperti komitmen untuk menegakkan Islam dalam rumahtangga dan bagaimana cara menyelesaikan konflik.
Keempat, maka mulailah ”perburuan jodoh” yang sebenarnya. Berburu? Ya, dengan cara yang benar. Berburulah di waktu-waktu sepertiga malam yang akhir, di atas sajadah dengan segala kerendahan hati, menghiba kepada sang Pemilik Urusan, yaitu Allah. Dalam berdoa, sebutkanlah lengkap segala krietria yang anda inginkan dan bagaimana gambaran rumahtangga yang anda harapkan. Akhirilah dengan pernyataan: ”Jika itu semua baik MenurutMu ya Allah, kabulkanlah segera dan mudahkanlah. Namun jika kurang baik MenurutMu, tunjukilah padaku yang lebih baik, dan siapkanlah diriku menerimanya, Amin.”
Dengan memasang hati seperti ini, Insya Allah siapapun siap menerima takdir dan Insya Allah menadapat yang terbaik, sebab Allah tidak pernah menyia-nyiakan hambaNya.
Dalam langkah ke empat ini, ada beberapa kit yang perlu dicatat. Dalam tahapan berburu melalui doa, hendaknya mempelajari keadaan-keadaan apa saja yang termasuk saat-saat mustajab dalam berdoa. Misalnya saat hujan baru mulai turun, saat sedang mengalami kesulitan, saat sedang sakit, saat sedang ada jenazah, antara adzan dan iqamat setiap waktu shalat wajib, saat tengah malam ketika tahajjud dlsb. Khususkanlah membaca doa untuk berburu jodoh ini pada saat-saat tersebut. Jika anda kebetulan sedang hajji, maka lebih banyak lagi alternatif tempat dan saat mustajab sepanjang perjalanan mulia tersebut.
Ada kisah, seorang yang akan berangkat haji diminta oleh tetangganya untuk mendoakan agar anak gadis si tetangga itu segera mendapat jodoh. Sang calon haji ini kemudian berangkat dan setiap ada kesempatan di manapun membaca doa-doa titipan handai taulan, iapun serius melakukannya setelah membaca doa-doanya sendiri. Sepanjang perjalanan hajinya yang 30 hari iapun berkali-kali membaca doa tetangganya tersebut, termasuk di depan Ka’bah dan di hari Arafah. Iapun pulang setelah meninggalkan tanah air selama sebulan. Betapa terkejutnya ia ketika sampai di rumah ia melihat bekas-bekas ada pesta kawinan di sekitar rumahnya, ternyata tetangganya kemarin baru saja menikahkan anak gadis mereka tersebut. Ia tidak diundang sebab, baru pulang keesokan harinya. Rupanya, proses lamaran dan aqad sedemikian capat dan lancar hingga dalam jarak kurang dari sebulan sudah selesai, padahal ketika minta didoakan sebelum tetangganya berangkat, sang anak gadis dan orangtuanya sama sekali belum punya bayangan siapa calonnya. Subhanallah, begitulah kekuatan doa. Wallahu a’lam (SAN 20102008)
Source: Eramuslim.com
Baca Selengkapnya ...
Dalam kesempatan ini coba kita tinjau apakah ada usaha-usaha lain yang dapat dilakukan seseorang untuk mencari jodoh secara aktif dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan secara syariat Islam.
Dewasa ini angka bujang dan gadis yang belum menikah di usia kepala tiga semakin meningkat. Banyak alasan, antara lain karena semakin melonggarnya hubungan kekerabatan keluarga besar (extended family) yang mengakibatkan profesi ”mak comblang” menghilang, semakin tingginya pendidikan anak gadis yang membuat para bujang enggan melamar, semakin enggannya anak gadis dan bujang untuk segera menikah dengan alasan ”mau sekolah dulu” atau ”mau cari kerja dulu”, semakin enggannya anak muda menerima perjodohan keluarga dan lain-lain.
Pada gilirannya hal-hal ini sebenarnya membentuk semacam bom waktu diam-diam di kalangan keluarga yang memiliki anak gadis yang masih sendirian. Memang, budaya negeri kita masih memegang erat tradisi harus menikah bagi anggota keluarganya, agar tak diejek sebagai ”tidak laku” atau dianggap tidak memalukan keluarga. Budaya kita memang sedang berubah, namun masih ada yang mempedulikan hal-hal semacam ini.
Bagi mereka para ”singlers” (yang masih belum berpasangan) yang ingin melihat kemungkinan mencari jodoh, mudah-mudahan tips-tips berikut bermanfaat.
Pertama, fahami sifat takdir perjodohan, sebagaimana di tulisan lalu. Juga fahami sifat takdir secara umum yaitu : ditentukan oleh Allah baik siapa-nya, maupun kapannya. Apapun yang kita usahakan, baik mengarahkan keinginan dan usaha ke orang tertentu maupun menentukan waktu tertentu, akhirnya yang terlaksana adalah yang sudah ditentukan Allah SWT. Namun, Alhamdulillah sebagai manusia kita tak mengetahui yang ghaib kecuali yang diberitahu Allah. Dalam keadaan ketidak tahuan tersebut, terbukalah ruang doa dan usaha yang cukup luas. Dengan menyadari bahwa Pemilik segala urusan adalah Allah, maka seluruh harapan kita memang sebaiknya dikerahkan kepadaNya semata.
Kedua, sebanyak mungkin mempelajari apa saja yang menjadi tanggung jawab suami atau istri dalam sebuah rumahtangga Islami, kemudian mencoba mengukur diri seberapa jauh diri kita sudah sanggup memenuhi bagian kita. Jika anda wanita, maka apakah sudah siap menjadi istri sholihah yang diharapkan seorang suami yang sholeh? ”Siap berusaha menjadi...” bukan berarti sudah memastikan diri sudah sholeh atau sholihah. Manusia tidak akan mencapai titik sempurna, namun setiap usaha ke arah kebaikan akan disambut Allah dengan kesanggupan. Yang penting sudah termotivasi sesuai dengan penmahaman yang benar.
Ketiga, berbekal pengetahuan tentang profil rumahtangga Islami, maka kemudian buatlah semacam perencanaan atau gambaran kasar rumahtangga semacam apa yang anda inginkan bersama pasangan hidup anda kelak. Tentu disesuaikan dengan faktor-faktor budaya dan selera anda pada ruang-ruang yang dimungkinkan syariat Islam. Gambaran kasar ini Insya Allah akan berguna pada saat sang calon sudah ada. Perencanaan atau gambaran kasar ini adalah bahan diskusi dengannya. Banyak orang ketika sudah punya calon pendamping (misal pacar) kemudian mendiskusikan berbagai hal yang kurang penting, misalnya rumah seperti apa yang akan dipilih, bagaimana desain kamar tidur atau siapa nama anak nanti. Hendaknya diskusikanlah hal-hal terpenting, seperti komitmen untuk menegakkan Islam dalam rumahtangga dan bagaimana cara menyelesaikan konflik.
Keempat, maka mulailah ”perburuan jodoh” yang sebenarnya. Berburu? Ya, dengan cara yang benar. Berburulah di waktu-waktu sepertiga malam yang akhir, di atas sajadah dengan segala kerendahan hati, menghiba kepada sang Pemilik Urusan, yaitu Allah. Dalam berdoa, sebutkanlah lengkap segala krietria yang anda inginkan dan bagaimana gambaran rumahtangga yang anda harapkan. Akhirilah dengan pernyataan: ”Jika itu semua baik MenurutMu ya Allah, kabulkanlah segera dan mudahkanlah. Namun jika kurang baik MenurutMu, tunjukilah padaku yang lebih baik, dan siapkanlah diriku menerimanya, Amin.”
Dengan memasang hati seperti ini, Insya Allah siapapun siap menerima takdir dan Insya Allah menadapat yang terbaik, sebab Allah tidak pernah menyia-nyiakan hambaNya.
Dalam langkah ke empat ini, ada beberapa kit yang perlu dicatat. Dalam tahapan berburu melalui doa, hendaknya mempelajari keadaan-keadaan apa saja yang termasuk saat-saat mustajab dalam berdoa. Misalnya saat hujan baru mulai turun, saat sedang mengalami kesulitan, saat sedang sakit, saat sedang ada jenazah, antara adzan dan iqamat setiap waktu shalat wajib, saat tengah malam ketika tahajjud dlsb. Khususkanlah membaca doa untuk berburu jodoh ini pada saat-saat tersebut. Jika anda kebetulan sedang hajji, maka lebih banyak lagi alternatif tempat dan saat mustajab sepanjang perjalanan mulia tersebut.
Ada kisah, seorang yang akan berangkat haji diminta oleh tetangganya untuk mendoakan agar anak gadis si tetangga itu segera mendapat jodoh. Sang calon haji ini kemudian berangkat dan setiap ada kesempatan di manapun membaca doa-doa titipan handai taulan, iapun serius melakukannya setelah membaca doa-doanya sendiri. Sepanjang perjalanan hajinya yang 30 hari iapun berkali-kali membaca doa tetangganya tersebut, termasuk di depan Ka’bah dan di hari Arafah. Iapun pulang setelah meninggalkan tanah air selama sebulan. Betapa terkejutnya ia ketika sampai di rumah ia melihat bekas-bekas ada pesta kawinan di sekitar rumahnya, ternyata tetangganya kemarin baru saja menikahkan anak gadis mereka tersebut. Ia tidak diundang sebab, baru pulang keesokan harinya. Rupanya, proses lamaran dan aqad sedemikian capat dan lancar hingga dalam jarak kurang dari sebulan sudah selesai, padahal ketika minta didoakan sebelum tetangganya berangkat, sang anak gadis dan orangtuanya sama sekali belum punya bayangan siapa calonnya. Subhanallah, begitulah kekuatan doa. Wallahu a’lam (SAN 20102008)
Source: Eramuslim.com
Baca Selengkapnya ...
Label: Jodoh, Pra Nikah 0 komentar
Diposting oleh
dee
di
13.19
Aktivitas cari jodoh itu ada dan sudah sejak zaman dahulu banyak budaya melakukannya. Konon budaya valentin didasari budaya semacam itu.
Apakah Islam juga menyediakan aktivitas ini untuk muda-mudi kita? Sejujurnya penulis belum pernah menemukan sebuah ritual resmi atas nama Islam tentang ini, yang ada dan cukup banyak adalah berbagai arahan tentang mencari jodoh, memilih, dan memutuskan yang mana.
Mencari jodoh:
Ada sebuah tuntunan sangat praktis langsung dari Allah SWT.
” Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (An Nur 26).
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT sudah menjodohkan setiap orang bersesuaian jiwanya satu sama lain, mereka yang ”sesuai” akan cenderung betah satu sama lain dan karenanya akan mudah berjodoh. Jika kita masih lajang dan ingin cari jodoh, maka jika kita ingin mendapat jodoh yang baik berarti kitalah yang lebih dahulu harus menjadikan diri kita baik, maka Insya Allah kita akan dijodohkan dengan yang baik oleh Allah. Mudah ’kan? Itu langkah adalah langkah pertama.
Langkah pertama ini jika diyakini dengan sepenuh hati Insya Allah menjadi doa sekaligus usaha yang diajukan kepada Allah SWT tentang calon pendamping seperti apa yang kita inginkan.
Apakah kriteria ”baik” itu? Bagaimanakah kita ingin jodoh yang baik dengan cara kita berusaha menjadi baik terlebih dahulu?
Ketaqwaan adalah ukuran baku dari Allah SWT. Kadar ketaqwaan ini berdampak luas kepada semua sisi kehidupan seorang manusia. Ketika ia sedang diuji dengan kesenangan, ia akan bersyukur dengan pas, tepat, akurat, sehingga Allah menambah nikmat dariNya. Ketika ia diuji dengan musibah dan kesulitan, ia bersabar, sehingga Allah bertambah menyayanginya dan memberikan pahala yang banyak.
Hanya saja angka ketaqwaan tak dapat ditera manusia. Hanya Allah-lah yang Maha Tahu kadar ketaqwaan manusia. Bahkan si manusia itu sendiri tak pernah tahu berapa derajat ketaqwaannya, sebab ia sebagai manusia selain sarat dengan khilaf, lupa dan lalai, juga seringkali tidak mempertajam matahatinya sehingga semakin buta hakikat.
Manusia hanya mampu ”khawatir tak diterima Allah” (khouf) dan berharap ”agar ia diterima oleh Allah” (roja’). Khouf dan Roja’ ini seyogyanya ada dalam diri manusia yang sadar ia manusia yang sangat mungkin salah. Panjang lebar berbagai ulama modern maupun ulama salaf membahas dalam topik-topik tentang taqwa dan manajemen hati. Di situlah taqwa dibina.
Orang yang terbiasa mengelola hatinya Insya Allah juga mampu memprogram dirinya untuk maju menjadi lebih baik setiap harinya tanpa terjebak rasa sombong dan pongah bahwa ia sudah sampai kepada ”maqom” taqwa padahal sesungguhnya belum. Alah bisa karena biasa. Pepatah ini benar adanya.
Hendaknya kaum muda sibuk mengelola hatinya, sibuk meningkatkan taqwanya dengan keyakinan itulah kelak tiketnya ke surga dan ke pelaminan. Janganlah kaum muda muslim harapan ummat malah sibuk ”te-pe te-pe” (tebar pesona) di berbagai mal maupun layar kaca atau media lain dalam rangka membangun masa depan mereka.
Ada yang pernah bertanya kepada penulis: kalau begitu kapan berkesempatan berkenalan dengan orang banyak? Kalau sibuk menata hati kapan berjumpa orang-orang yang potensial menjadi calon? Bukankah harus ”gaul”?
Tergantung apa makna ”gaul”. Jika ”gaul” bermakna harus ikut segala tren dan mode, segala hura-hura dan pesta-pesta, maka itu tak perlu. Berapa banyak remaja dan anak muda justru terjebak mendapat jodoh buruk di tempat pergaulan semacam itu, dan bahkan bertemu dengan narkoba!
Bergaul normal, sebagaimana aktivitas sehari-hari, itu cukup. Bahkan aktivitas zaman ini tidak terbatas di lingkungan fisik belaka, ada dunia maya yang juga dapat menjadi ajang silaturahim. Sejak ketemu di dunia maya, lanjut ke dunia nyata, maka selanjutnya terserah anda.
Itu cukup, asalkan dalam bergaul sehari-hari, patokan bergaul terus dipegang sesuai aturan Islami. Ini sangat penting.
Dalam pergaulan, cara seseorang bergaul akan menentukan siapa selanjutnya kawannya. Seorang gadis yang berhati-hati dalam bergaul maka sikapnya akan menyingkirkan pemuda mata-keranjang sebab gadis ini ogah diperlakukan sembarangan. Sebaliknya jika si gadis selalu memberi ”lampu hijau” bagi teman-teman prianya untuk memperlakukan dirinya dengan sembarangan, maka dirinya hanya akan dipermainkan kemudian dicampakkan.
Jangan khawatir sikap yang ”penuh aturan” ini akan menjauhkan teman, sebaliknya, akan menseleksi dengan baik. Lagipula, buat apa punya teman yang hanya ingin mempermainkan?
Allah SWT tak pernah lupa dan tak pernah tidur. Allah SWT selalu memberikan kita bimbingan dan petunjuk, asal saja kita mau melihatnya.
Allah juga selalu menguji kita, hanya saja kita sering tak sadar. Kadang kita menyangka sedang ditawarkan sesuatu yang baik karena seolah indah dan baik (tampaknya), padahal sesungguhnya itu adalah ujian yang harus kita hindari dan jauhi karena di balik itu ada keburukan tersembunyi dan bahaya kepada agama.
Ada banyak anak muda muslim dan muslimah yang tertipu dengan manusia-manusia penuh misi pemurtadan. Para misionaris ini memang sengaja menjadi ”kawan terbaik” bagi calon sasarannya. Tujuannya adalah menjadi kawan akrab, kemudian, pacar, kemudian menikahi, kemudian memurtad-kan.
Entah ini memang sebuah gerakan terselubung atau hanya aktivitas pribadi, yang pasti fenomena ini sudah sangat banyak dan sudah berlangsung sejak puluhan tahun di bumi pertiwi ini. Ahh, andai saja setiap pemuda-pemudi muslim tetap berpegang pada aturan Islam dalam bergaul, berteman, bersahabat apalagi mencari jodoh, niscaya segala kisah pemurtadan seperti itu tak pernah terjadi. Waspadalah.
Wallahua’lam (SAN/07102008)
Source: Eramuslim.com.
Baca Selengkapnya ...
Apa ada aktivitas cari jodoh? Atau…apakah jodoh memang harus dicari? Yang pasti, setiap orang normalnya ingin menikah. Meskipun ada yang karena satu dan lain hal menjadi tak ingin atau tidak ditakdirkan berjodoh di dunia.
Aktivitas cari jodoh itu ada dan sudah sejak zaman dahulu banyak budaya melakukannya. Konon budaya valentin didasari budaya semacam itu.
Apakah Islam juga menyediakan aktivitas ini untuk muda-mudi kita? Sejujurnya penulis belum pernah menemukan sebuah ritual resmi atas nama Islam tentang ini, yang ada dan cukup banyak adalah berbagai arahan tentang mencari jodoh, memilih, dan memutuskan yang mana.
Mencari jodoh:
Ada sebuah tuntunan sangat praktis langsung dari Allah SWT.
” Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (An Nur 26).
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT sudah menjodohkan setiap orang bersesuaian jiwanya satu sama lain, mereka yang ”sesuai” akan cenderung betah satu sama lain dan karenanya akan mudah berjodoh. Jika kita masih lajang dan ingin cari jodoh, maka jika kita ingin mendapat jodoh yang baik berarti kitalah yang lebih dahulu harus menjadikan diri kita baik, maka Insya Allah kita akan dijodohkan dengan yang baik oleh Allah. Mudah ’kan? Itu langkah adalah langkah pertama.
Langkah pertama ini jika diyakini dengan sepenuh hati Insya Allah menjadi doa sekaligus usaha yang diajukan kepada Allah SWT tentang calon pendamping seperti apa yang kita inginkan.
Apakah kriteria ”baik” itu? Bagaimanakah kita ingin jodoh yang baik dengan cara kita berusaha menjadi baik terlebih dahulu?
Ketaqwaan adalah ukuran baku dari Allah SWT. Kadar ketaqwaan ini berdampak luas kepada semua sisi kehidupan seorang manusia. Ketika ia sedang diuji dengan kesenangan, ia akan bersyukur dengan pas, tepat, akurat, sehingga Allah menambah nikmat dariNya. Ketika ia diuji dengan musibah dan kesulitan, ia bersabar, sehingga Allah bertambah menyayanginya dan memberikan pahala yang banyak.
Hanya saja angka ketaqwaan tak dapat ditera manusia. Hanya Allah-lah yang Maha Tahu kadar ketaqwaan manusia. Bahkan si manusia itu sendiri tak pernah tahu berapa derajat ketaqwaannya, sebab ia sebagai manusia selain sarat dengan khilaf, lupa dan lalai, juga seringkali tidak mempertajam matahatinya sehingga semakin buta hakikat.
Manusia hanya mampu ”khawatir tak diterima Allah” (khouf) dan berharap ”agar ia diterima oleh Allah” (roja’). Khouf dan Roja’ ini seyogyanya ada dalam diri manusia yang sadar ia manusia yang sangat mungkin salah. Panjang lebar berbagai ulama modern maupun ulama salaf membahas dalam topik-topik tentang taqwa dan manajemen hati. Di situlah taqwa dibina.
Orang yang terbiasa mengelola hatinya Insya Allah juga mampu memprogram dirinya untuk maju menjadi lebih baik setiap harinya tanpa terjebak rasa sombong dan pongah bahwa ia sudah sampai kepada ”maqom” taqwa padahal sesungguhnya belum. Alah bisa karena biasa. Pepatah ini benar adanya.
Hendaknya kaum muda sibuk mengelola hatinya, sibuk meningkatkan taqwanya dengan keyakinan itulah kelak tiketnya ke surga dan ke pelaminan. Janganlah kaum muda muslim harapan ummat malah sibuk ”te-pe te-pe” (tebar pesona) di berbagai mal maupun layar kaca atau media lain dalam rangka membangun masa depan mereka.
Ada yang pernah bertanya kepada penulis: kalau begitu kapan berkesempatan berkenalan dengan orang banyak? Kalau sibuk menata hati kapan berjumpa orang-orang yang potensial menjadi calon? Bukankah harus ”gaul”?
Tergantung apa makna ”gaul”. Jika ”gaul” bermakna harus ikut segala tren dan mode, segala hura-hura dan pesta-pesta, maka itu tak perlu. Berapa banyak remaja dan anak muda justru terjebak mendapat jodoh buruk di tempat pergaulan semacam itu, dan bahkan bertemu dengan narkoba!
Bergaul normal, sebagaimana aktivitas sehari-hari, itu cukup. Bahkan aktivitas zaman ini tidak terbatas di lingkungan fisik belaka, ada dunia maya yang juga dapat menjadi ajang silaturahim. Sejak ketemu di dunia maya, lanjut ke dunia nyata, maka selanjutnya terserah anda.
Itu cukup, asalkan dalam bergaul sehari-hari, patokan bergaul terus dipegang sesuai aturan Islami. Ini sangat penting.
Dalam pergaulan, cara seseorang bergaul akan menentukan siapa selanjutnya kawannya. Seorang gadis yang berhati-hati dalam bergaul maka sikapnya akan menyingkirkan pemuda mata-keranjang sebab gadis ini ogah diperlakukan sembarangan. Sebaliknya jika si gadis selalu memberi ”lampu hijau” bagi teman-teman prianya untuk memperlakukan dirinya dengan sembarangan, maka dirinya hanya akan dipermainkan kemudian dicampakkan.
Jangan khawatir sikap yang ”penuh aturan” ini akan menjauhkan teman, sebaliknya, akan menseleksi dengan baik. Lagipula, buat apa punya teman yang hanya ingin mempermainkan?
Allah SWT tak pernah lupa dan tak pernah tidur. Allah SWT selalu memberikan kita bimbingan dan petunjuk, asal saja kita mau melihatnya.
Allah juga selalu menguji kita, hanya saja kita sering tak sadar. Kadang kita menyangka sedang ditawarkan sesuatu yang baik karena seolah indah dan baik (tampaknya), padahal sesungguhnya itu adalah ujian yang harus kita hindari dan jauhi karena di balik itu ada keburukan tersembunyi dan bahaya kepada agama.
Ada banyak anak muda muslim dan muslimah yang tertipu dengan manusia-manusia penuh misi pemurtadan. Para misionaris ini memang sengaja menjadi ”kawan terbaik” bagi calon sasarannya. Tujuannya adalah menjadi kawan akrab, kemudian, pacar, kemudian menikahi, kemudian memurtad-kan.
Entah ini memang sebuah gerakan terselubung atau hanya aktivitas pribadi, yang pasti fenomena ini sudah sangat banyak dan sudah berlangsung sejak puluhan tahun di bumi pertiwi ini. Ahh, andai saja setiap pemuda-pemudi muslim tetap berpegang pada aturan Islam dalam bergaul, berteman, bersahabat apalagi mencari jodoh, niscaya segala kisah pemurtadan seperti itu tak pernah terjadi. Waspadalah.
Wallahua’lam (SAN/07102008)
Source: Eramuslim.com.
Baca Selengkapnya ...
Label: Jodoh, Pra Nikah 0 komentar
1 September 2010
Menurut Muhammad Fauzil Adhim, pakar pernikahan dan parenting, hubungan suami dan istri dalam islam bukan berlandasan kepada kewajiban (misalnya, bakti istri pada suami). Tapi apapun yang dilakukan suami atau istri terhadap pasangannya adalah dalam rangka ketaatan kepada Allah SWT.
Dengan kata lain, intinya adalah hubungan yang lebih tulus semata mata karena Allah dan bukan karena sesuatu yang bisa dibeli dengan uang (tidak bersifat transaksional).
Misalnya, kalau kita bisa melakukan yang lebih baik kepada pasangan kita, kenapa tidak.
Karena orientasinya adalah mencari ridho Allah atau mengharapkan pahala dari Allah. Dan bukan mengharapkan balasan yang lebih baik dari pasangan kita. Jika kemudian ia ternyata membalas kebaikan kita dengan yang lebih baik lagi, maka itu merupakan sunnatullah.
Menurut Fauzil (mantan dosen psikologi UII jogyakarta), yang membuat pernikahan bahagia adalah karena orientasi pernikahan yang kuat. Semakin kuat orientasinya, semakin besar peluang pernikahan itu bertahan lama dan bahagia.
Sebaliknya, pernikahan yang dilandasi oleh harapan harapan akan menimbulkan masalah dan mendatangkan kekecewaan. Misalnya seorang laki laki yang menikahi perempuam berjilbab yang juga seorang muslim aktivis, kata Fauzil. Ketika ia hendak shalat tahajjud, ternyata istrinya sulit dibangunkan. Kalau pernikahannya dilandasi harapan, maka ia akan kecewa karena tidak sesuai dengan yang ia harapkan.
Namun kalau pernikahannya berangkat dari orientasi ketaatan kepada Allah, semua itu indah saja.
Menurut Fauzil, Ketaatan kepada Allah tidak harus mengabaikan hak hak yang bersifat fisik. Misalnya, kecantikan, pakaian dan sebagainya perlu diperhatikan sebagai bahagian dari bentuk ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, suami berpenampilan rapi, mengenakan pakaian bagus, dan memakai parfum yang disukai oleh istri.
Akhirnya, keindahan dan kebahagian pernikahan akan tercapai bila pola hubungan suami istri itu seimbang, tegas Fauzil. Suami tahu akan hak istri, dan istri tahu akan hak suami.
Masing masing juga tahu dan sadar akan kewajibannya sebagai suami atau istri.
Dengan kata lain, sebuah pernikahan yang bahagia adalah jika suami berorientasi memenuhi hak istri dan melaksanakan kewajibannya sebagai suami. Dan sebaliknya. Insya Allah.
Sumber: http://id.shvoong.com
Baca Selengkapnya ...
Dengan kata lain, intinya adalah hubungan yang lebih tulus semata mata karena Allah dan bukan karena sesuatu yang bisa dibeli dengan uang (tidak bersifat transaksional).
Misalnya, kalau kita bisa melakukan yang lebih baik kepada pasangan kita, kenapa tidak.
Karena orientasinya adalah mencari ridho Allah atau mengharapkan pahala dari Allah. Dan bukan mengharapkan balasan yang lebih baik dari pasangan kita. Jika kemudian ia ternyata membalas kebaikan kita dengan yang lebih baik lagi, maka itu merupakan sunnatullah.
Menurut Fauzil (mantan dosen psikologi UII jogyakarta), yang membuat pernikahan bahagia adalah karena orientasi pernikahan yang kuat. Semakin kuat orientasinya, semakin besar peluang pernikahan itu bertahan lama dan bahagia.
Sebaliknya, pernikahan yang dilandasi oleh harapan harapan akan menimbulkan masalah dan mendatangkan kekecewaan. Misalnya seorang laki laki yang menikahi perempuam berjilbab yang juga seorang muslim aktivis, kata Fauzil. Ketika ia hendak shalat tahajjud, ternyata istrinya sulit dibangunkan. Kalau pernikahannya dilandasi harapan, maka ia akan kecewa karena tidak sesuai dengan yang ia harapkan.
Namun kalau pernikahannya berangkat dari orientasi ketaatan kepada Allah, semua itu indah saja.
Menurut Fauzil, Ketaatan kepada Allah tidak harus mengabaikan hak hak yang bersifat fisik. Misalnya, kecantikan, pakaian dan sebagainya perlu diperhatikan sebagai bahagian dari bentuk ketaatan kepada Allah. Sebaliknya, suami berpenampilan rapi, mengenakan pakaian bagus, dan memakai parfum yang disukai oleh istri.
Akhirnya, keindahan dan kebahagian pernikahan akan tercapai bila pola hubungan suami istri itu seimbang, tegas Fauzil. Suami tahu akan hak istri, dan istri tahu akan hak suami.
Masing masing juga tahu dan sadar akan kewajibannya sebagai suami atau istri.
Dengan kata lain, sebuah pernikahan yang bahagia adalah jika suami berorientasi memenuhi hak istri dan melaksanakan kewajibannya sebagai suami. Dan sebaliknya. Insya Allah.
Sumber: http://id.shvoong.com
Baca Selengkapnya ...
Label: Tausiyah Nikah 0 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)