Foto prewedding atau biasa di singkat dengan prewed seringkali kita jumpai di undangan atau dipajang di acara pernikahan. Bahkan sering juga muncul di jejaring social facebook sebagai sarana pemberitahuan segaligus undangan. Bagaimana Islam memandang hal ini, apakah memang boleh dilakukan. Berikut saya kuti penjelasan mengenai hukum foto prewedding dari kolom konsultasi Ustad Ahmad Sarwat, Lc.
Pertanyaan
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz, sekarang ini, mungkin banyak sekali kita dapati kartu undangan pernikahan yang di dalamnya tidak hanya mencantumkan nama calon pengantin, tetapi juga foto-foto mereka, atau yang biasa kita kenal dengan foto prewedding.
Foto prewedding identik menggambarkan sepasang calon pengantin yang sedang bermesraan atau berdekatan, paling tidak berduaan. seperti yang kita tahu bahwa seseorang yang belum menikah, tidak boleh berduaan atau berdekatan tanpa ada yang menemani, apalagi berpose mesra.
Sebenarnya bagaimana Islam memberikan pandangan pada hal yang kelihatannya sederhana ini tetapi sarat dengan misi kejahiliyahan?
Saya mohon pencerahan dari ustadz. sebelumnya, saya sampaikan terima kasih.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Rachma
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Memang sekarang ini lagi ngetrend kartu undangan pernikahan dengan dihias phose-phose pasangan itu di sampulnya. Sayangnya yang jadi kritik besar adalah gambar itu diambil saat pasangan itu masih belum sah jadi suami isteri.
Seandainya akad nikah sudah dilaksanakan, maka hukum berpelukan antara mereka tidak menjadi masalah. Sebab pada dasarnya mereka sudah suami isteri.
Akan tetapi manakala pasangan itu belum sempat melangsungkan akad nikah, tapi sudah peluk-pelukan atau sejenisnya, lalu difoto dan dipublikasikan dalam bentuk kartu undangan, tentu hukumnya haram. Sebab mereka itu belum lagi sah sebagai pasangan suami isteri, meski nantinya bakalan sah juga.
Bahkan kalau dipikir-pikir, dosa berpose seperti layaknya suami isteri bagi pasangan yang belum sah itu malah lebih besar daripada mereka melakukan hal itu tapi diam-diam. Sebab kita tahu bahwa perbuatan dosa yang dipamerkan itu jauh lebih berat dari pada dosa yang disembunyikan. Meski pun tetap saja keduanya haram hukumnya.
Calon suami isteri yang belum halal, bila difoto berdua lalu melakukan adegan seolah mereka adalah pasangan yang sah, lantas dipublikasikan, maka hal ini sebenarnya sudah termasuk perbuatan mungkar secara terang-terangan. Dosanya jauh lebih besar ketimbang perbuatan yang sama tapi dilakukan diam-diam.
Mengapa demikian?
Karena memang demikian Rasulullah SAW mengajarkan kita. Apabila seseorang tersadar dari melakukan suatu kesalahan lalu merahasiakannya, maka kemungkinan Allah mengampuninya lebih besar dari pada dia melakukan dosa lalu menceritakannya atau menyebarluaskannya kepada khalayak ramai.
Dan kasus cetak kartu undangan perkawinan dengan gambar calon pasangan dalam posisi seolah sudah halal adalah bagian dari dosa yang disebar-sebarkan.
Jalan Tengah
Kalau pun seandainya calon pasangan ini tetap menghendaki ada pemasangan foto wajah mereka di kartu undangan, maka seharusnya posisi mereka dipisahkan. Paling tidak, foto itu tidak menampilkan mereka dalam posisi yang hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah sah menikah.
Misalnya, bukan foto mereka berdua, tapi hanya pas foto mereka masing-masing yang dipotret secara terpisah, lalu dipasangnya berdampingan tanpa menggambarkan posisi tubuh mereka yang berangkulan.
Pas foto masing-masing yang difoto terpisah akan memberikan gambaran jelas bahwa mereka inilah memang calon suami dan isteri yang punya hajatan, tapi mereka tidak dalam posisi bersama atau berduaan.
Menurut hemat kami, ini lebih aman dan bisa dijadikan salah satu solusi, bila terpaksa harus menggunakan foto di kartu undangan.
Tapi yang paling aman adalah akad nikah dulu sebelum pengambilan gambar, lalu pada sampul kartu undangan dituliskan bahwa photo ini diambil setelah akad nikah dilangsungkan. Ditanggung aman dan nyaman 100%.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
0 komentar:
Posting Komentar